Rabu, 22 Oktober 2008

HIDUP BERGAYA MODERN TERNYATA MENTAL TERBELAKANG ATAU ”DESO”

Terinspirasi dari surat rekan kerjaku maka tulisan ini bisa jadi renungan.

Pengalaman perjalanan kebeberapa negara sebagai berikut;

Suatu kebahagiaan bisa ke IOWA negara bagian USA yang maju karena indusri otomotif, alat pertanian dan alat berat, juga lingkup pendidikan yang bertaraf internasional untuk bidang pertanian dan gizi. Saat bertemu rekanan kerja seorang General Manager dan kemudian teman dari Indonesia mengajak untuk makan malam, ternyata seorang Genaral Manager ini lebih senang makan dengan masakan sendiri bila dibanding di restoran semacam KFC atau Mc Donald. Demikian disaat shalat Jum’at kita bertemu dan berkenalan dengan seorang Dekan bergelar Doktor Ilmu Gizi keturunan India, ia malah mengajak berbelanja di pasar lesehan Islamic Center dari pada ke Mall karena jaminan kehalalan sebagai alasan. Saran sang Doktor yang lain adalah agar berhemat dalam berkomunikasi dengan keluarga, ia sarankan agar kami menggunakan kartu pos atau surat dari pada harus setiap saat menggunakan telepon, padahal teman saya barusan membeli Hand Phone (HP) terbaru karena perjalanan ini.

Di Jepang disetiap stasiun kereta, kampus dan lokasi parkir dipenuhi dengan sepeda, karena ternyata dari Mahasiswa, Dosen dan tak terkecuali Rektorpun ada yang naik sepeda saat berangkat baik ke kampus atau ke stasiun kereta. Bagi pekerja jalan kaki atau bersepeda adalah pilihan yang banyak dilakukan untuk pulang balik termasuk saat berbincang dengan General Manager Hitachi Heavy Equipment dari keseharian yang dia lakoni. Ada pula cerita pemilik perusahaan Honda yang tinggal di apartemen yang sederhana. Sementara cerita lain ketika beberapa pengusaha ingin memberi pinjaman kepada pemerintah Indonesia mereka menjemput pejabat Indonesia di Narita. Dari Tokyo naik kendaraan umum, sementara yang akan dijemput, pejabat Indonesia naik mobil dinas Kedutaan yaitu Mercy.
Termasuk dalam berkomunikasi dengan HP, saat rekan kerjaku mengeluarkan jenis comunicator lengkap dengan kameranya menjadi benda termahal karena sisi kanan kiri setingkat Manager diperusahaan terkenal di negeri Sakura ini hanya menggunakan HP CDMA tanpa kamera. Pun bila diamati merk sepatu yang dikenakan, baik dalam acara resmi atau olah raga mereka jarang yang menggunakan merk-merk terkenal.

Saat berkesempatan ke Australia menghadiri undangan kerja, dan bertemu dengan Direktur dealer perusahaan automotif terkenal dari Eropa, sang direktur menggunakan mobil keluaran Toyota yang termasuk murah untuk ukuran negara tersebut. Demikian saat kerumahnya, maka tidak ada penjagaan dari satpam perusahaan sebagaimana lazim dinegara kita. Sehingga benar bila ada cerita rekan yang berkesempatan melihat sebuah acara seremoni dari jarak yang sangat dekat, dihadiri oleh pejabat setingkat menteri, ia tertarik mengamati pada mobil yang mereka pakai merk Holden baru yang paling murah untuk ukuran Australia. Yang menarik, para pengawalnya tidak terlihat karena tidak berbeda penampilannya dengan tamu-tamu, kalau tidak jeli mengamati kita tidak tahu mana pengawalnya. Cerita lain adalah saat kenalan dengan seorang pelayan restoran Thailand. Dia seorang warga negara Malaysia keturunan Cina, sudah selesai S3, sekarang lagi mengikuti program Post Doc. Dia anak serorang pengusaha yang kaya raya. Tidak mau menggunakan fasilitas orang tuanya malah jadi pelayan. Dia juga sebenarnya dapat beasiswa dari perguruan tingginya.
Demikian saat kita ada jamuan makan, pakaian bermerk Eropa yang dikenakan rekan senegaraku tenggelam oleh rekan-rekan dari negara tersebut yang rata-rata produksi dari Asia khususnya China, India dan Bangladesh. Apalagi saat mengabadikan acara makan malam secara spontan tamu-tamu ini mengeluarkan alat yang bisa dilihat adalah HP terbaru seperti dari Nokia 9300, E90 atau merk lain lengkap dengan kamera sementara tuan rumah dari Australia sendiri masih tetap memakai kamera konvensional semacam merk Kodak atau Nixon. Dalam hati siapa yang modern atau sebaliknya atau yang sering diselorohkan pelawak Tukul Arwana sifat atau sikap Deso?

Bila kita sering berkunjung kebeberapa negara kadang sulit membedakan tingkat ekonomi seseorang baik di Amerika, Jepang atau di Australia , baik dari penampilannya, bajunya, kendaraannya, atau rumahnya. Kita baru bisa menebak kekayaan seseorang kalau sudah tahu pekerjaan dan jabatannya di perusahaan. Jangan-jangan kalau orang Amerika atau Jepang diajak ke Pondok Indah bisa pingsan melihat rumah segitu gede dan mewahnya. Karena rata-rata rumah di Jepang misalnya memiliki tinggi plafon yang bisa disentuh dengan tangan hanya dengan melompat. Sehingga duduknyapun banyak yang lesehan. Jadi siapa yang modern atau yang deso?

Deso (baca ndeso) itulah sebutan untuk orang yang norak, kampungan, udik, shock culture, countrified dan sejenisnya. Ketika mengalami atau merasakan sesuatu yang baru dan sangat mengagumkan, maka ia merasa takjub dan sangat senang, sehingga ingin terus menikmati dan tidak ingin lepas, kalau perlu yang lebih dari itu. Kemudian ia menganggap hanya dia atau hanya segelintir orang yang baru merasakan dan mengalaminya. Maka ia mulai atraktif, memamerkan dan sekaligus mengajak orang lain untuk turut merasakan dan menikmatinya, dengan harapan orang yang diajak juga sama terkagum-kagum sama seperti dia.
Lebih dari itu ia berharap agar orang lain juga mendukung terhadap langkah-langkah untuk menikmatinya terus-menerus. Hal ini biasa, karena kita juga sering mengalami hal demikian, tetapi kita terus berupaya untuk terus belajar dari sejarah, pengalaman orang lain, serta belajar bagaimana caranya tidak jadi orang norak, kampungan alias deso.

Mari kita lihat dalam sejarah, bahwa sampai akhir hayatnya Rasulullah tidak membuat istana Negara dan Benteng Pertahanan (khandaq hanyalah strategi sesaat, untuk perang ahzab saja),
padahal Rasulullah sudah sangat mengenal kemewahan istana raja-raja negara sekelilingnya, karena beliau punya pengalaman berdagang. Ternyata beliau tidak menjadi silau terus ikut-ikutan latah ingin seperti orang-orang. Lalu dimana aktivitas kenegaraan dilakukan? Mengingat beliau sebagai kepala negara. Jawabannya tentu kita tahu karena beliau melaksankannya di Masjid.

Beliau punya banyak jalan yang legal untuk bisa membangun istana. Di Mekkah nikah dengan janda kaya, di Madinah jadi kepala negara, punya hak prerogatif dalam mengatur harta rampasan perang dan ada jatah dari Allah untuk dipergunakan sekehendak beliau, belum hadiah dari raja-raja. Tetapi mengapa beliau sering kelaparan, ganjal perut dengan batu, puasa sunnah niatnya siang hari, shalat sambil duduk menahan perih perut dan seterusnya?

Ketika Indonesia sedang terpuruk, hutang lagi numpuk, rakyat banyak yang mulai ngamuk, negara sedang kere, banyak yang antri beras, minyak tanah, minyak goreng dll. Maka harga diri kita tidak bisa diangkat dengan medali emas turnamen olah raga, sewa pemain asing, banyak seremonial yang gonta-ganti baju seragam, baju dinas, merek mobil, proyek mercusuar, dll,dsb, dst.
Sisi lain dari beberapa survey dan dunia perdaganagan seperti HP dan segala accesorisnya, pakaian dan sepatu bermerk Indonesia ternyata menjadi pangsa pasar yang paling subur. Sisi yang kontradiktif dimana problem kemasyarkatan dan segala macam bentuk bencana / kecelakaan ada dinegri ini. Sehingga bagaimanakah bangsa ini mengangkat harga diri dan membangun eksistensi yang berharga dimata dunia?

Bangsa ini akan naik harga dirinya kalo utang sudah lunas, kelaparan tidak ada lagi, tidak ada pengamen dan pengemis, tidak ada lagi WTS (, di Malaysia "Wanita Tak Senonoh") , angka kriminal rendah, korupsi berkurang, punya posisi tawar terhadap kekuatan global. Maka orang Deso (alias norak) tidak mampu mengatasi krisis karena tidak bisa menjadikan krisis sebagai paradigma dalam menyusun APBD dan APBN. Nah, karena yang menyusun orang-orang norak maka asumsi dan paradigma yang dipakai adalah negara normal atau bahkan mengikut negara maju.

Bagaimana bila akhirnya penyakit norak ini menjadi wabah yang sangat mengerikan dari atas
sampai bawah :
- Orang bisa antri raskin sambil pegang HP
- Pelajar bisa nunggak SPP sambil merokok
- Orang tua lupa membayar SPP, karena terpakai untuk beli tv dan kulkas
- Orang bule mabuk krn kelebihan uang, orang kampung mabuk beli minuman patungan
- Pengemis bisa pake walkman sambil goyang kepala
- Para pengungsi bisa berjoged dalam tendanya
- Orang beli gelar akademis di ruko-ruko tanpa kuliah
- Ijazah S3 luar negeri bisa di beli sebuah rumah petakan gang sempit di Cibubur
- Kelihatannya orang sibuk ternyata masih sering keluar masuk McDonald
- Kelihatannya orang penting, ternyata sangat tahu detail dunia persepakbolaan.
- Kelihatan seperti aktivis tapi habis waktu untuk mencetin HP
- 63 tahun merdeka, lomba-lombanya masih makan kerupuk saja
- Agar rakyat tidak kelaparan maka para pejabatnya dansa dansi di acara tembang kenangan.
- Agar kampanye menang harus berani sewa bokong-bokong bahenol ngebor
- Agar masyarakat cerdas maka sajikan lagu goyang dombret dan wakuncar
- Agar bisa disebut terbuka maka harus bisa buka-bukaan

Yang lebih mengerikan lagi adalah supaya kita tidak terlihat kere, maka harus bisa tampil keren padahal mental kita Deso.

Maka dari itu marilah kita bersikap wajar, memanfaatkan dan mengusahakan sesuatu sesuai kebutuhan bukan keinginan. Dasari selalu dengan kaidah nilai-nilai sang Tauladan / Panutan terbaik Rasulullah SAW, bercermin kepada para sholih terdahulu (shalafus sholih), mengambil pelajaran dari para pemimpin sukses yang senantiasa menjaga kesederhanaan. Kalkulasi sarana kebutuhan berdasarkan nilai prioritas dan ketepatan fungsi dan jangan mudah terprofokasi dengan tawaran pasar karena biasanya akan melengahkan kita dari kebersahajaan(.)

Tidak ada komentar: